
SURUMBA.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buton mengambil langkah tegas terhadap keterlambatan penyelesaian proyek di tiga Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yakni Dinas PUPR, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan. Proyek-proyek ini seharusnya selesai pada 31 Desember 2024, namun hingga batas waktu yang diberikan pekerjaannya belum juga rampung.
Proyek yang mengalami keterlambatan tersebut meliputi pembangunan Jalan Desa Rejosari Kecamatan Siotapina dengan nilai kontrak Rp2,8 miliar oleh CV. Mudabbir, pembangunan Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) oleh CV. Citra Baru dengan nilai kontrak Rp13,4 miliar, serta sejumlah pembangunan gedung sekolah yang dinaungi Dinas Pendidikan.
Sebagai konsekuensi, Pemkab Buton menetapkan denda sebesar 1/1000 dari sisa progres proyek bagi perusahaan yang terlambat menyelesaikan pekerjaan.
Selain itu, perusahaan pelaksana diberikan tambahan waktu berupa adendum selama 50 hari kalender untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Langkah ini tidak hanya untuk mendorong kontraktor memenuhi jadwal, tetapi juga menunjukkan keseriusan pemerintah daerah dalam memastikan proyek-proyek ini memberikan manfaat bagi masyarakat.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buton, Safaruddin, menjelaskan bahwa pembangunan Labkesda menghadapi kendala teknis yang kompleks. Proyek yang dimulai pada Juni 2024 ini baru mencapai progres 81 persen hingga akhir Desember 2024.
Pekerjaan proyek tersebut melibatkan berbagai tahapan konstruksi, seperti pembuatan pondasi cakar ayam, pemadatan tanah, pengecoran 48 tiang, maupun pembangunan struktur lantai dua. Waktu pengeringan material menjadi salah satu faktor penyebab keterlambatan.
“Jadi kami memberikan adendum selama 50 hari atau sampai dengan 19 Februari 2025 sambil memberlakukan denda. Kalau pekerjaan masih belum selesai, maka perusahaan akan kami blacklist sesuai dengan kontrak,” tegas Safaruddin ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Jumat (24 Januari 2025).
Ia juga mengungkapkan bahwa anggaran daerah yang dicairkan baru mencapai 70 persen, sementara sisanya akan dibayarkan setelah proyek selesai 100 persen.
Hal senada juga dikatakan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Buton, Nanang Lakaungge. Ia menegaskan bahwa keterlambatan proyek di sektor pendidikan juga dikenai denda dan adendum waktu.
Jika kontraktor gagal menyelesaikan pekerjaan dalam waktu tambahan, kontrak akan diputus secara sepihak dan perusahaan akan dimasukkan dalam daftar hitam.
Sementara itu, Plt. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Gandid Sioni Bungaya, menjelaskan bahwa pembayaran sisa pekerjaan proyek yang terlambat tidak dapat dilakukan secara langsung meskipun progres sudah mencapai 100 persen. Hal ini disebabkan anggaran untuk proyek tersebut sudah masuk dalam Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) karena melewati tahun anggaran 2024.
“Untuk pembayaran sisa proyek harus menunggu APBD Perubahan 2025. Ini adalah risiko dari keterlambatan kontrak,” jelas Gandid.
Ia juga menegaskan bahwa kontraktor wajib membayar denda sebelum mengklaim sisa pembayaran. Keputusan ini diambil setelah pihaknya berkonsultasi dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Dengan denda yang diberlakukan dan langkah administratif yang diambil, Pemkab Buton berharap dapat mendorong disiplin dalam pelaksanaan proyek dan memastikan akuntabilitas kepada masyarakat. (Adm)