Resmikan Jembatan Wisata Lahonduru, Bupati La Bakry Puji Kreativitas Kades Wasuemba

Bupati Buton, La Bakry, melakukan gunting pita sebagai pertanda jembatan wisata Lahonduru resmi dibuka untuk umum, Jumat (Januari 5, 2021). (Foto: SURUMBA.com)

 

SURUMBA.com - Bupati Buton, La Bakry, meresmikan jembatan wisata Lahonduru di Desa Wasuemba, Kecamatan Wabula, Jumat (Februari 5, 2021).

Jembatan berbentuk lingkaran yang didirikan di atas air berikan purba ini dibangun menggunakan Dana Desa (DD) Wasuemba tahun 2020 sebanyak Rp200 juta lebih. Atas hasil karya dan kreativitas ini membuat Bupati La Bakry memuji Kepala Desa (Kades) Wasuemba, La Tuni.

"Pada hari ini kita menyaksikan kretivitas seorang kepala desa. Boleh beri aplus untuk beliau," ucap La Bakry disambut tepuk tangan masyarakat dan tamu undangan.

Menurutnya, apa yang dilakukan Kades Wasuemba hanya terjadi pada desa-desa di Pulau Jawa, Bali dan lainnya. Kades Wasuemba berani melakukan terobosan memanfaatkan DD untuk mendatangkan hasil yang lebih banyak.

La Bakry mengatakan, karena kawasan wisata ini sudah dibangun menggunakan anggaran desa, maka silahkan dibuatkan peraturan desa (Perdes) untuk memungut biaya masuk. Asalkan sebelum dijalankan dikoordinasikan dahulu dengan Dinas Pariwisata dan Bagian Hukum Setda Buton.

"Karena ini sudah ada infrastrktur yang dibangung oleh desa, maka desa boleh membuat peraturan desa tentang pungutan. Jadi siapa yang masuk di sini harus membayar karcis ke desa," ucapnya.

"Beberapa desa di Bali, di Jawa, setelah dia investasi seperti ini, setiap tahun itu miliaran uang bahkan puluhan miliar yang masuk ke kas desa. Nah, uang inilah yang digunakan untuk membantu mendorong perekonomian desa," sambungnya.

Ketua DPD II Partai Golkar Buton ini yakin, kawasan wisata Lahonduru jika dipromosikan dengan baik pasti mendatangkan banyak wisatawan. Utamnya orang-orang di sekitar Buton seperti Busel, Buteng, Baubau dan sebagainya.

"Apalagi ini ada ikan purbanya. Desa juga nanti bisa menyiapkan pakan. Nanti siapa yang datang dan ingin memberi makan ikan, maka itu pakan bisa dijual. Ini juga merupakan sumber pendepatan bagi desa".

"Pokoknya nanti dikelola dengan baik. Kasi kulinernya juga. Buatkan WC yang bersih supaya orang bisa nyaman dan berlama-lama berkunjung di sini," pinta La Bakry.

Selain itu, dia juga menyarankan agar kawasan wisata Lahonduru dibuatkan penginapan. Tapi syarat utamanya hanya pasangan suami istri (Pasutri) yang boleh menginap.

"Kita boleh bisnis mengembangkan pariwisata, tapi harus dalam suasana bingkai islami. Kalau ada yang menginap di sini, tanya mana surat nikahnya. Ada tidak. Kalau tidak, tidak boleh. Karena yang boleh nginap di sini harus yang sah," imbuhnya.

Kemudian, kepada Plt Kepala Dinas Pariwisata, Rusdi Nudi, yang turut hadir dalam peresmian, La Bakry mengintruksikan agar kawasan wisata Lahondoru menjadi perhatian.

"Pak Kadis,supaya ini lebih indah lagi boleh kita intervensi. Misalnya kita bantu jalannya atau apanya, supaya menggambarkan ini destinasi yang layak dikunjungi. Termasuk areal pantainya itu merupakan satu kawasan jadi coba dibantu. Kalau ada ahli yang bisa mendesain, dibikin dulu master planningya supaya kawasan ini pada suatu saat seperti ini jadinya. Nanti anggaran kita bisa minta juga dari Dinas Pariwasata Provinsi (Sultra) bahkan DAK juga," pintanya.

Apalagi, lanjut La Bakry, Gubernur Sultra, Ali Mazi, sudah merencanakan pembangunan jalan Buton-Busel. Hal ini merupakan peluang yang harus dijawab karena akan menjadikan Wabula dan Wasuemba bukan sebagai wilayah paling ujung lagi.

"Terakhir, saya mewakili seluruh jajaran pemerintah daerah menyampaikan selamat dan apresiasi sebesar-besarnya atas inisiatif dan prakarsa dari Kepala Desa Wasuemba dan seluruh perangkatnya bersama seluruh masyarakat Wasuemba yang telah menghadirkan suasana ini," tandas La Bakry.

Sebelumnya, Kades Wasuemba, La Tuni, dalam laporannya menyampaikan bahwa dalam dua tahun terakhir pihaknya memang menfokuskan DD untuk pembangunan kawasan wisata Lahonduru.

Lahonduru sengaja harus dibuat menarik dan indah karena sejak awal telah menjadi DPL atau kawasan terlindungi yang dalam bahasa setempat disebut "kaombo".

Luas kawasan "kaombo" ini lebih kurang 1 kilomoter dari bibir pantai ke arah laut, dan membentang sekitar 2 kilometer ke arah Tanjung Pemali. Oleh masyarakat Desa Wasuemba sudah 12 tahun menjaga kawasan ini dari aktivitas masyarakat luar.

"Biota laut di kawasan kaombo sudah kami jaga kurang lebih 12 tahun. Dan sampai saat ini terumbu karangnya masih terus terjaga," kata La Tuni.

Supaya menjadi kawasan wisata, lanjut La Tuni, maka yang dilakukan pertama pada tahun 2019 adalah memporsikan DD sebanyak Rp200 juta lebih untuk membuka jalan sepanjang 1.800 meter dan lebar 3 meter.

Di tahun yang sama, pihaknya juga berhasil membungun WC dan 5 unit gazebo menggunakan DD.

Kemudian masuk tahun 2020, La Tuni bersama masyarakatnya berinisiatif lagi membangu jembatan lingkar wisata sepanjang 87 meter dengan menggunakan DD sisa Bantaun Langsung Tunai (BLT) Covid-19 sebesar Rp200 juta lebih.

"Jadi Pak Bupati, jalan dan jembatan dan apa yang ada di sini merupakan hasil kebersamaan kami di desa selama ini," ucap La Tuni.

Kades Wauemba, La Tuni, ketika membawakan laporan tentang pengembangan kawasan wisata Lahonduru.

Selain itu, dia juga menambahkan bahwa potensi wisata Lahonduru saat ini masih banyak yang belum dikembangkan. Di tempat ini mempunyai dua mata air. Mata air pertama menjadi tempat permandian bidadari dan mata air kedua memiliki ikan hanya sepotong kepala dan hanya sepotong ekor.

"Tapi yang bisa melihat ikan itu hanya orang yang beruntung. Kalau ini dikelola, pasti banyak pengunjungnya," yakin La Tuni.

Lebih menariknya lagi, tambah dia, tidak jauh dari dua mata air itu ada pula tempat bernama Lakongkomali yang terletak di atas tebing lengkap dengan bentengnya. Tempat itu dahulu kala menjadi tempat pembuangan orang yang melakukan hubungan sedarah atau incest. (man)

TERKINI