
Tajuk Redaksi
SURUMBA.com - Rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2024 di Kabupaten Buton kini menjadi sorotan publik. Isu kecurangan dalam proses seleksi, seperti pemalsuan dokumen dan keberadaan “jalur siluman,” memunculkan kegaduhan di tengah masyarakat.
Laporan bahwa sejumlah peserta lulus PPPK meski tidak pernah aktif magang di instansi terkait atau bahkan telah lama meninggalkan tugas, mengundang pertanyaan besar tentang integritas proses seleksi ini.
Beberapa peserta yang lulus diduga memanfaatkan koneksi dengan pejabat daerah atau oknum tertentu untuk memuluskan jalan mereka. Bahkan, ada laporan bahwa tiga orang dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Buton terindikasi lolos melalui cara yang meragukan.
Yang lebih memprihatinkan, banyak yang menganggap permasalahan ini hanya sebagai “nasib baik” bagi mereka yang berhasil. “Namanya juga mencari jalan hidup,” ujar salah seorang pengunjung kantin di Kompleks Perkantoran Takawa. Pandangan ini mencerminkan bentuk kepasrahan yang ironis, seolah-olah praktik semacam ini dapat diterima selama ada alasan untuk bertahan hidup.
Kabar kecurangan tersebut tentu melukai hati mereka yang telah mengabdi dengan sungguh-sungguh di instansi pemerintah.
Para tenaga honorer yang selama bertahun-tahun mengorbankan waktu, tenaga, bahkan masa depan pribadi mereka kini merasa dikhianati.
Ketika mereka yang telah bekerja keras gagal lulus, sementara “jalur siluman” dengan mudah membuka jalan bagi yang lain, kepercayaan terhadap sistem rekrutmen menjadi dipertanyakan.
Lebih jauh, isu ini tidak hanya menjadi masalah personal, tetapi juga mencoreng nama baik pemerintah daerah. Jika praktik ini terus dibiarkan, masyarakat akan semakin skeptis terhadap komitmen pemerintah dalam menciptakan birokrasi yang bersih dan profesional.
Masalah ini seharusnya tidak diabaikan begitu saja. Pemerintah daerah, khususnya instansi terkait seperti Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), harus segera mengambil langkah tegas untuk mengusut tuntas dugaan kecurangan ini.
Audit menyeluruh terhadap dokumen peserta lulus PPPK wajib dilakukan, dan mereka yang terbukti memalsukan dokumen atau memanfaatkan jalur ilegal harus diberikan sanksi tegas, termasuk pencabutan kelulusan.
Selain itu, penting bagi pemerintah untuk memperbaiki mekanisme seleksi PPPK agar lebih transparan dan akuntabel. Bila perlu, libatkan pihak independen dalam proses verifikasi dokumen dan penilaian hasil tes untuk meminimalkan potensi penyalahgunaan wewenang.
Praktik “jalan siluman” dalam rekrutmen ASN bukan hanya merugikan individu yang benar-benar berhak, tetapi juga berpotensi merusak fondasi pemerintahan yang profesional dan bersih.
Jika kasus ini tidak ditindak dengan serius, maka ia akan menjadi preseden buruk bagi generasi mendatang, di mana meritokrasi dikalahkan oleh nepotisme dan korupsi.
Pemerintah harus menjadikan momentum ini untuk membuktikan komitmen mereka terhadap reformasi birokrasi. Jangan biarkan masyarakat kehilangan kepercayaan, sebab masalah ini bukan sekadar “nasib baik” atau “mencari jalan hidup,” melainkan cerminan dari kesalahan sistem yang harus segera diperbaiki.
Saatnya pemerintah bertindak demi keadilan dan integritas. (Adm)