
Oleh: Lamadi de Lamato
Direktur Buton Action Network, USA
Waktu berada di Amerika Serikat, nama dengan awalan "LA" dapat ditemui di mana-mana dengan mudah. Di negara adikuasa ini, sepanjang mata memandang, banyak restoran, jasa pemotongan rambut hingga toko dan hotel saya menemukan nama-namanya berawalan "La": La Mode, La Prasta, La Fayette, La Guardian dan lain-lain mendunia dan beken di mana-mana.
Saya sempat bercanda dengan teman saya asal Papua. "Kawan ternyata di Amerika banyak org Buton ya". Teman saya pun menjawab. "Iya di sini (USA) nama-nama orang Buton mantap-mantap".
Candaan dengan teman itupun mengingatkan saya tentang orang Buton di Indonesia. Ada fenomena, orang Buton tidak bangga dengan nama Berwalan "La" dan "Wa" yang menjadi identitas kebangsaannya. Orang Buton bila ia punya anak, ia akan memilih nama-nama lain yang menghilangkan identitasnya dengan sengaja.
Bagi orang Buton yang sudah sukses, yang kebetulan bernama awalan "La" dan "Wa" nama tersebut adalah identitas yang kadang disembunyikan. Namun masih ada yang menggunakannya walau sedikit malu-malu.
Untuk kasus ini, saya punya teman dengan awalan nama "La" yang kini jadi orang tersohor di Indonesia pernah saya koreksi. Dari koreksi itu, nama beken identitas orang Buton yang ia singkat, saya sarankan tidak disingkat atau pajanglah secara terang benderang agar dikenal orang Buton. Saran saya itu ternyata ia akomodir.
Kini dari nama belakangnya orang sudah bisa menebak asal usul daerahnya. Lebih-lebih kini ia telah jadi orang kepercayaan Presiden Jokowi- Maaruf. Memang tidak semua awalan itu adalah orang Buton. Ada juga yang berawalan nama-nama itu yang berasal dari negeri lain.
Sejarah Penamaan La dan Wa Dalam Identitas Bangsa Buton
Dari diskursus yang ada, awalan nama "La" dan "Wa" bagi bangsa Buton saya dapatkan dari referensi sederhana. Nama awalan La untuk laki-laki dan Wa untuk perempuan dikaitkan dengan tradisi Islam.
La berarti Laillaha illallah sementara Wa berarti Waashadunla Muhammad Rasulullah. Konteks penamaan ini, sangat jenius dan sejalan dengan bangsa Buton ketika itu. Di abad XVI, Buton sudah hidup dengan nilai Martabat 7 yang sumber saripatinya adalah Al-Qur'an dan Hadis.
Dengan gambaran di atas, penamaan awalan "La" pada anak laki-laki dan "Wa" pada perempuan sejalan dengan religiusitas manusia. Saat dimana nabi Adam lahir, Islam percaya bahwa manusia pertama itu ternyata sudah ber syahadat mengucapkan dua kalimat yang mirip dengan sebutan yang dikandung awalan "La" dan "Wa" pada bangsa Buton.
Jika aspek religiusitas itu benar, maka leluhur orang Buton teramat cerdas membangun generasinya. Mereka cerdas memilih nama dari konteks hingga piranti ilahianya. Mentalis William Shakespeare melihat nama adalah gambaran dari mimpi, spirit dan masa depan.
Berilah nama terbaik pada anakmu seperti Anda menggambar masa depan anak tersebut. Gambarlah yang indah danbhebat, maka anak-anak itu kemungkinan akan jadi seperti impian orang tuanya.
Selain faktor religiusitas, awalan " La" dan "Wa" bermakna maskulin dan feminim. Dalam bahasa Indonesia, " La" artinya laki-laki dan "Wa" berarti perempuan. Dari simbol religiusitas dan bahasa itulah seharusnya bangsa Buton bangga meneruskan penamaan yang cerdas itu pada anak-anaknya sampai kapanpun.
Fenomena Awalan La dan Wa Bangsa Buton yang Mulai Hilang
Sebagai orang Buton, nama awalan "La" dan "Wa" adalah fenomena menarik. Di negara maju, walau bukan orang Buton, nama-nama awalan di atas khusus awalan " La" dapat ditemukan di tempat-tempat spektakuler.
Dan ini sangat berbeda dengan di Indonesia. Di negeri ini, nama ciri orang Buton walau masih ada tapi pelan-pelan ia akan menghilang terus. Orang-orang Buton yang tinggal di perkotaan akan lebih cenderung menghilangkan nama anaknya dari awalan "La" dan "Wa".
Alasannya nama Buton kalah beken, pinggiran dan tidak elit. Sementara nama-nama yang tdk memakai awalan "La" dan "Wa" lebih keren, beken, trendy dan lebih modern.
Hal ini wajar, bila kita melihat kebiasaan orang Indonesia yang suka dengan tontonan hiburan, selebrity dan lain-lain. Pengaruh itu ikut membuat banyak perubahan di masyarakat. Dan 99 persen nama-nama identitas orang Buton pun hilang. Cek anak-anak Buton atau tokoh-tokou Buton yang telah enggan menyebut dirinya berasal dari Buton.
Untuk di Papua, nama-nama identitas itu selain hilang lantaran pengaruh dari luar (sinetron, acara selebriti dan lain-lain), juga ada faktor luar. Faktor itu terkait dengan Buton di identikan dengan jelek, hitam, miskin, tukang bikin kebun, petani, nelayan dan lain-lain. Faktor-faktor itu turut membuat identitas orang Buton berupa nama yang jadi identitas filosofisnya tergerus zaman atau sengaja dihilangkan.
Bangsa Buton Bukan Sekedar Identitas Biasa; Sebuah Refleksi Kritis!
Dari penjelasan di atas, tidak ada pilihan lain bangsa Buton harus bangkit dan harus mampu mengembalikan pijakan kejayaannya. Identitas "La" dan "Wa" adalah identitas bangsa cerdas dan futuristik.
Ilmuwan klasik Alfin Toffler, sudah membaca tanda-tanda jaman modernitas dan kecanggihan dengan menamainya era gelombang ketiga di tahun 1970-an. Sebuah gelombang yang sudah terjadi dimana manusia sudah tidak lagi dibatasi oleh teritorial.
Sama halnya dengan leluhur Buton. Mereka telah melihat dunia jauh ke depan. Di mata mereka, Buton adalah identitas lahir, berkembang sebagaimana organisme hidup seperti ungkapan Toynbe. Manusia laksana organisme; lahir, tumbuh, tua dan akhirnya mati.
Dalam nama "La" dan "Wa" ada nilai-nilai ketundukan orang Buton terhadap keilahiaan dengan bersyahadat. Hidup ini adalah berjuang menjadi manusia terbaik denga lebih awal bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Nya.
Bukankah seperti itu hakekat manusia? Dan seperti itupula manusia bangsa Buton lahir ke dunia. Bila kita setuju tentang itu, maka betapa cerdasnya leluhur kita dalam memimpikan generasi-generasinya.
Dalam identitas generasi Buton dimanapun mereka berada, leluhurnya telah membangun blue printnya dengan sangat hebat. Dan bila kita sadar, setiap bangsa Buton akan tetap menjaga identitas leluhurnya dengan kokoh, maka kita akan kuat. Pasalnya dalam identitas itu mereka menaruh identitas kebesaran mereka di pundak kita.
Bila kita tidak sadar tentan itu, maka bangsa Buton dan segala identitasnya akan tetap kerdil di mata bangsa-bangsa lain di dunia.
Ketahuilah, sebagai bangsa perantau berabad-abad awalan nama-nama "La" dan "Wa" banyak saya temukan di Ambon, Papua dan lain-lain. Saya terkadang bertanya-tanya, apakah ada kaitan nama-nama itu dengan jejak-jejak leluhur orang Buton di sana? Di Ambon, Maluku dan Papua atau bangsa ras Malenisia terdapat banyak suku dan tempat memakai awalan-awalan nama unik di atas.
Untuk hal itu, saya tidak ingin berspekulasi. Yang pasti awalan "La" dan "Wa" nampaknya bukan sekedar identitas biasa bangsa Buton.
Wallahu Allam Bishowab.