SURUMBA.com - Kontroversi terkait syarat materiil keabsahan ijazah calon Bupati Buton Tengah (Buteng), La Andi, S.Sos, memasuki babak baru. Permohonan klarifikasi keabsahan ijazah Paket B dan C La Andi yang diajukan oleh delapan warga kini berujung laporan polisi.
La Andi menuding mereka melakukan pencemaran nama baik, fitnah, serta pengaduan palsu. Namun, salah satu kuasa hukum para terlapor/terperiksa, La Ode Muhammad Arfan, SH, dengan tegas membantah tuduhan tersebut.
Dalam laporannya yang diajukan ke Polres Buton Tengah pada 10 Oktober 2024, La Andi mengklaim bahwa delapan warga yakni La Udu, La Ode Hayudin, Muhammad Saiful Roba, Amiruddin, Zais, Musrafi, Anwar, dan Saidina, telah mencemarkan nama baiknya melalui permohonan klarifikasi yang mereka layangkan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Buton Tengah. Laporan tersebut didasarkan pada dugaan bahwa mereka menyebarkan informasi palsu mengenai ketidakabsahan ijazah La Andi.
Kuasa hukum para terlapor, La Ode Muhammad Arfan, SH tegas mengancam akan melaporkan balik jika laporan pencemaran nama baik, fitnah, serta pengaduan palsu yang dilayangkan oleh La Andi tidak segera dicabut. Dia bahkan mengisyaratkan bahwa La Andi perlu memberikan klarifikasi kepada masyararakat Buton Tengah, khususnya kepada para terlapor, sebagai bentuk permintaan maaf atas tuduhan yang tidak berdasar.
"Jika La Andi tidak mencabut laporannya dan tidak melakukan klarifikasi permohonan maaf, kami siap melaporkan balik atas dugaan pencemaran nama baik, fitnah dan pengaduan palsu," tegas Arfan.
Arfan menegaskan, kliennya tidak pernah berniat melakukan pencemaran nama baik atau menyebarkan tuduhan yang merusak reputasi La Andi. Sebab surat yang dilayangkan para kliennya murni merupakan permohonan klarifikasi, bukan untuk menuduh apalagi mencemarkan nama baik.
Dia juga mempertanyakan langkah La Andi yang langsung melaporkan warga ke polisi tanpa terlebih dahulu melakukan somasi dan mediasi sebagai upaya klarifikasi terkait isu yang berkembang.
“Kalau La Andi merasa dirugikan, seharusnya dia mencari tahu dari mana informasi tersebut bocor ke publik. Surat kami bersifat internal dan hanya ditujukan kepada Dinas Pendidikan, bukan untuk disebarluaskan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Arfan menekankan bahwa permohonan klarifikasi ini diajukan justru untuk memastikan keabsahan ijazah La Andi secara materiil, bukan untuk menuduh.
"Tujuan klien kami adalah agar isu ijazah palsu ini bisa diklarifikasi dengan bukti yang valid. Tapi anehnya, alih-alih membantah tuduhan dengan bukti konkret, La Andi malah memilih menempuh jalur hukum," katanya.
Menurut Arfan, laporan yang diajukan La Andi justru berpotensi menciptakan persepsi buruk di masyarakat. Pihaknya khawatir bahwa langkah hukum yang diambil sang calon bupati bisa menimbulkan kesan negatif, terutama menjelang Pilkada Buton Tengah 2024.
"Belum jadi Bupati tapi sudah melaporkan masyarakatnya sendiri. Bagaimana kalau sudah berkuasa nanti," sindirnya tajam.
Arfan juga menegaskan bahwa tuduhan pengaduan palsu yang disematkan kepada kliennya tidak memiliki dasar yang kuat. Sebab surat dikirim ke Dinas Pendidikan bukanlah pengaduan palsu, melainkan permintaan klarifikasi. "Jadi, sangat keliru jika klien kami dituduh menyampaikan laporan palsu kepada penguasa,” tambahnya.
Dia bahkan mengisyaratkan kemungkinan untuk melakukan langkah hukum balik jika La Andi tidak segera mencabut laporan tersebut.
"Jika La Andi tidak mencabut laporannya, kami siap melaporkan balik atas dugaan laporan dan pengaduan palsu," tegas Arfan.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena berkaitan erat dengan pemilihan Bupati Buton Tengah. La Andi, yang saat ini menjadi calon Bupati Buteng, menghadapi tantangan serius atas isu keabsahan ijazah yang diduga cacat materiil/prosedural sebab diduga yang bersangkutan tidak mengikuti “proses belajar mengajar” sebagaimana dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Masyarakat kini menantikan langkah berikutnya dari kedua belah pihak. Apakah La Andi akan memberikan bukti untuk membantah isu terkait ijazahnya, atau kasus ini akan terus memanas hingga melibatkan laporan balik dari para terlapor?
Kuasa hukum para terlapor menegaskan bahwa mereka hanya menginginkan transparansi demi mencegah informasi yang salah berkembang di tengah masyarakat. (Adm)