Kinerja Dinilai Buruk, Direktur PDAM Buton

Post Image
Dialog massa Galampa dengan Pemda Buton soal pengangkatan Direktur PDAM Buton periode ketiga di aula anjungan Kantor Bupati Buton, Takawa, Rabu (September 16, 2020). (Foto: SURUMBA.com)

SURUMBA.com - Pengangkatan kembali La Ode Sabaruddin sebagai Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Buton untuk periode ke tiga dinilai semacam "dikarbit" atau dipaksakan.

Pasalnya, selama dua periode memimpin, La Ode Sabaruddin dinilai berkinerja buruk dan bahkan mendatangkan rugi hampir Rp6 miliar pada tahun 2017. Olehnya ketika diangkat kembali, dianggap bertentangan dengan Pasal 51 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 37 Tahun 2018 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas atau Anggota Komisaris dan Anggota Direksi Badan Usaha Milik Daerah.

"Apakah sudah tidak ada putra daerah Kabupaten Buton sehingga Direktur PDAM ini itu itu saja. Kenapa pemerintah tidak membuka seleksi secara terbuka untuk memberi kesempatan bagi yang lain memajukan PDAM Buton," kata salah satu orator pengunjuk rasa dari Gerakan Lapisan Masyarakat Peduli Daerah (Galampa), Ovan Momi, di depan Kantor Bupati Buton, Takawa, Rabu (September 16, 2020).

Menurutnya, sejak mendatangkan kerugian, La Ode Sabaruddin harusnya sudah dipecat.

Orator lain, Leo Wabula menambahkan, pengangkatan kembali La Ode Sabaruddin bertentangan dengan banyak regulasi. Mulai dari Permendagri Nomor 2 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017, sampai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2018.

Dikatakan, pengangkatan direktur Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sesungguhnya harus melalui proses seleksi. Apalagi seperti PDAM Buton yang sudah dua periode direkturnya.

Permendagri 37/2018 memang membolehkan untuk dilanjutkan sampai tiga periode, tapi syaratnya harus memiliki keahlian khusus dan berprestasi sangat baik. Sementara La Ode Sabaruddin dinilai hampir tidak memenuhi kriteria ini.

Selain mendatangkan kerugian dan berkinerja buruk, sejak pertama diangkat pada tahun 2012 lalu, dia juga tidak memiliki pengalaman sama sekali. Tanpa melalui proses sebagai pegawai PDAM Buton, La Ode Sabaruddin langsung menduduki jabatan direktur. Sementara disiplin ilmunya harusnya jadi guru.

Olehnya, menurut Leo, tidak heran jika layanan PDAM hingga sekarang masih tergolong rendah. Air yang diberikan tidak jarang kotor bahkan tak mengalir. Mengalirpun kadang hanya angin. Meteran berputar tanpa air sehingga membebani masyarakat dengan tagihan tinggi. Pantas bila BPKP Sultra memberikan prestasi "sakit".

Untuk itu, Leo Wabula mempertanyakan cara Dewan Pengawas melakukan penilaian hingga membuat La Ode Sabaruddin memonopoli kesempatan seluruh putra daerah Kabupaten Buton untuk menduduki jabatan Direktur PDAM Buton peride 2020-2024.

"Atau kalau bukan bagaimana cara menilainya, tolong katakan kepada kami prestasi apa yang sudah dilakukan Direktur PDAM Buton hingga masih dipertahankan sampai tiga periode," ucapnya.

Setelah berorasi, massa Galampa kemudian dipersilahkan untuk berdialog dengan Asisten I Sekda Buton, Alimani, Asisten II, Tohir, sekaligus Dewan Pengawas PDAM Buton, Kabag Ekonomi Setda Buton, H Rais, Sekretaris Badan Kesbangpol Buton, La Lodi, dan perwakilan Kabag Hukum Setda Buton.

Dalam dialog di aula anjungan Kantor Bupati Buton, adu mulut sempat terjadi antara massa Galampa dengan Dewan Pengawas PDAM Buton.

Tohir selaku Dewan Pengawas mengakatakan, pengangkatan Direktur PDAM Buton untuk periode ke tiga sudah dilakukan melalui proses penilaian sesuai aturan yang berlaku. SK pengangkatanya diterbitkan tanggal 9 Agustus 2020 atau sebelum masa jabatan periode ketiganya berakhir pada 23 Agustus 2020.

Mengenai kerugian tahun 2017, Tohir merasionalkan bahwa itu dihitung dengan banyaknya peralatan yang menyusut. Jadi ketika diakumulasi menghasilkan rugi. Tapi sesungguhnya PDAM Buton ketika itu mampu menutupi biaya operasionalnya.

Adapun soal prestasi, Tohir menganggap dua periode kepempinan La Ode Sabaruddin sudah cukup memiliki pengalaman. Sehingga diyakini mampu membawa PDAM Buton pada kesempatan ketiga.

Apa yang dijelaskan Tohir tidak lantas diterima massa Galampa. Berbagai pertanyaan kembali dilontarkan, mulai dari masalah kinerja dan palayanan hingga kenapa jabatan Direktur PDAM tidak dilelang secara terbuka.

Namu lagi-lagi jawaban pertanyaan melahirkan pertanyaan hingga dialog kemudian diambil alih moderator Alimani. Dia yang juga bertindak sebagai Pelaksana Harian Sekda Buton ketika ini mengatakan sudah mendengar dan menampung aspirasi untuk selanjutnya disampaikan kepada Bupati Buton.

Kemudian karena dialog tidak melahirkan kesimpulan, Alimani memerintahkan Sekretaris Badan Kesbanpol untuk menfasilitasi pengunjuk rasa supaya bertemu dengan bupati dalam waktu yang nanti ditentukan. (man)

TERKINI