
SURUMBA.com - Forum Silaturahmi Pemuda (Forsip) Wabula menggelar seminar adat dan budaya Wabula di Hotel Buton Raya, Pasarwajo, Minggu (April 11, 2021).
Dalam seminar yang bertema "Budaya Sebagai Perekat Silaturahmi Dalam Mewujudkan Pembangunan Daerah" ini, Forsip Wabula menghadirkan seorang guru besar dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, Prof. Dr. Drs. Idrus Sere, M.Pd.I, sebagai pemateri.
Selain Profesor Idrus Sere, Forsip juga menghadirkan pemateri lain yakni Budayawan Buton, La Makki.
La Makki dalam seminar itu menjadi pemateri pertama. Dia mengulas tentang sejarah awal berdirinya kerajaan Wabula hingga masuk Islam.
Selain itu, dia memaparkan tatanan kehidupan masyarakat etnis Wabula hingga pada prosesi adat menuju pernikahan. Termasuk berbagai ritual adat, pagelaran budaya pesta adat yang selama ini dilestarikan secara turun temurun tak lupa diulasnya.
Sementara Profesor Idrus Sere, memaparkan materi tentang adat dan budaya Wabula dilihat dari sudut pandang Islam.
Sang Profesor ketika itu membahasa banyak Firman Allah SWT dan Hadis Nabi Muhammad SAW kemudian dikaitkan dengan adat dan budaya Wabula yang dipertahankan sejak dahulu kala.
Kesimpulannya setelah dicecar dengan banyak pertanyaan dari peserta, adat dan budaya Wabula selama ini tak ada yang bertentangan dengan Syariat Islam.
Menurut Profesor Idrus Sere, saat ini banyak orang yang dengan gampangnya mengkafirkan orang lain dengan hanya sedikit pengetahuan. Berani menfonis memusyrik tanpa memahami betul asabun nuzun dari dalil yang digunakan.
Sementara terkait dengan adat dan budaya Wabula, Idrus Sere mengaku telah paham betul sebab ini yang mengantarnya meraih gelar profesor dalam disertasinya di Malaysia.
Ada pertanyaan menarik dari peserta untuk Profesor Idrus Sere dalam seminar ini. Yaitu, mengenai Shalat Dzuhur dan Ashar di Masjid Nur Muhammad Wabula yang tak menggunakan pengeras suara ketika di adzankan.
Akademisi dan pemerhati budaya Buton di Maluku itu mengatakan, Wabula sejak dulu sudah ada dengan keunikannya. Itulah yang membedakan dengan etnis lain. Apa yang dilakukan selalu ada makna terkandung. Namun kandungan itu enggan dipaparkan di forum terbuka.
Profesor Idrus Sere hanya mengatakan bahwa adzan merupakan panggilan shalat. Tapi tak ada kewajibannya dalam Al-Qur'an. Muslim yang taat pasti akan shalat sesuai waktu tanpa dipanggil.
Dikatakan, sejarah adzan pertama kali dikumandangkan di Madinah oleh Bilal sahabat Nabi Muhammad SAW ketika hijrah dari Mekkah. Saat itu Nabi tidak menyuruh ataupun melarangnya sebab memang tak ada kewajiban tentang adzan.
Kaitannya dengan adzan Dzuhur dan Ashar di Masjid Wabula, Profesor mengatakan, bukan hanya adzannya saja yang dipelankan. Bacaan shalatnya bahkan hampir lebih pelan. Dan itu berlaku di hampir semua masjid ataupun shalat sendiri di rumah.
Tapi Wabula dengan keunikannya sudah pelan memang sejak adzannya karena mengandung makna tersendiri.
Seminar Budaya Wabula yang digelar Forsip kali ini dihadiri ratusan orang etnis Wabula yang berdomisili di berbagai pelosok Pulau Buton. Seminar berjalan sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19. (man)