
SURUMBA.com - Enam organisasi yang terdiri dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Buton, Persatuan Cendekiawan dan Aktivis (Pica) Kepton, Armada Buton Action, Himpunan Mahasiswa Pelajar Sampuabalo (Hipsam), Asosiasi Pemuda Pelajar Mahasiswa Kondowa Dongkala, serta Anarkis Kepton, membuka posko pengaduan korban beasiswa Buton Cerdas di samping Kampus B Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Buton, Kelurahan Wakoko, Pasarwajo.
Pembukaan posko aduan ini didasari oleh pernyataan Bupati Buton, La Bakry, beberapa waktu lalu, yang mengatakan bahwa tidak ada pelajar Kabupaten Buton yang lolos di Fakultas Kedokteran. Sementara fakta di lapangan justru sebaliknya.
Juru Bicara Posko Aduan Korban Beasiswa Buton Cerdas, Apri Awo SH mengatakan, penerimaan pengaduan akan mulai dibuka besok, Rabu 22 Juli 2020. Selain dapat mengadu langsung di posko pengaduan, pengadu juga bisa mengadu secara online melalui nomor WhatsApp sebabagai berikut:
IMM (Laode Daprian, 082291309506)
Anarkis Kepton (Ganiruddin, 082296665492)
Pica Kepton (Rusdin, 082292315747)
Hipsam (Laode Febrian, 082310349949)
Armada (Ihsan, 082290215608)
Tujuan dari pengumpulan data-data orang yang diperlakukan dengan tidak adil ini, kata Apri, endingnya adalah untuk melalukan advokasi atau gugatan class action di pengadilan terkait dengan program beasiswa Buton Cerdas yang dianggap sebagai kejahatan kemanusian di bidang pendidikan.
"Menurut kajian kami ini adalah kejahatan kemanusiaan. Masyarakat Kabupaten Buton dari Kapontori sampai Wabula diperlakukan dengan tidak manusiawi dalam program beasiswa Buton Cerdas ini. Makanya kami mau uji kepastian hukumnya sekalipun Bupati terlibat didalamnya, maka harus dibuka. Kami akan menggugat class action pemerintah daerah. Kami sebagai wakil dari korban yang tidak menerima manfaat dari adanya bantuan beasiswa ini," tegas Apri melalui sambungan telepon, Selasa 21 Juli 2020.
Dia menjelaskan, program beasiswa Buton Cerdas pada dasarnya sangat bagus dan didukung pihaknya. Namun faktanya dalam tiga tahun terakhir semacam ada legitimasi atau unsur pembiaran untuk seenaknya dinipotisme. Olehnya, ketidak adilan ini membuat pihaknya terpanggil untuk melakukan advokasi secara tuntas terhadap masyarakat yang dirugikan.
"Jadi bukan hanya sekedar bahwa kepala dinasnya di lengser. Itu belum cukup membayar kejahatan ini. Makanya masyarakat harus menuntut keadilan karena ini jelas kejahatan ekstra crime di bidang pendidikan " ujar pengacara muda itu. (man)