
Surumba.com – DPRD Kabupaten Buton terpaksa membahas Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2025–2029 hanya dalam waktu dua hari. Kondisi ini terjadi setelah dokumen dari pihak eksekutif baru diterima di batas akhir waktu yang ditentukan.
Untuk melakukan pembahasan, DPRD Buton telah menetapkan agenda melalui Rapat Badan Musyawarah (Bamus) pada Kamis (14 Agustus 2025). Dari 13 anggota Bamus, hanya enam yang hadir, termasuk dua unsur pimpinan DPRD.
Sementara dari pihak eksekutif hadir Asisten II dan III Setda Buton, Kepala Bappeda beserta anggota, serta Kepala Dinas Pendapatan Daerah.
Perdebatan sempat muncul dalam rapat Bamus terkait perlu atau tidaknya menjadwalkan pembahasan RPJMD. Pasalnya, waktu yang tersisa menuju tenggat penetapan hanya tinggal beberapa hari. Sementara sesuai ketentuan, RPJMD wajib disahkan paling lambat enam bulan setelah pelantikan kepala daerah.
Bila mengacu pada pelantikan pasangan Bupati dan Wakil Bupati Buton, Alfin Akawiya Putra dan Syarifuddin Saafa, yang dilakukan oleh Presiden RI pada 20 Februari 2025, maka batas akhir penetapan RPJMD menjadi Peraturan Daerah jatuh tepat pada 20 Agustus 2025.
Namun masalahnya, dokumen Rancangan Akhir RPJMD baru diserahkan eksekutif dan diterima Sekretariat DPRD Buton pada Senin (11 Agustus 2025) pukul 14.00 WITA.
“Dokumennya kami terima hari Senin jam 2 siang,” kata Kepala Bidang Persidangan DPRD Buton, Wardiati.
Setelah diterima, Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) baru melakukan harmonisasi pada Rabu (13 Agustus 2025). Keesokan harinya, Bamus memutuskan pembahasan dilakukan Jumat–Sabtu (15–16 Agustus 2025).
Ketua DPRD Buton, Mararusli Sihaji, menegaskan bahwa sempitnya waktu pembahasan bukan kesalahan DPRD. Dalam kesimpulan Bamus, keterlambatan pembahasan dinyatakan murni akibat eksekutif yang terlambat menyerahkan dokumen.
“Keterlambatan ini bukan kesalahan Dewan, tapi pihak eksekutif yang terlambat memadukan dokumen RPJMD,” kata Mararusli.
Jadwal pembahasan juga terjepit agenda lain. Setelah 15–16 Agustus, tanggal 17 adalah hari libur nasional, 18 cuti bersama, 19 harmonisasi di provinsi, dan 20 Agustus adalah batas akhir penetapan RPJMD menjadi Peraturan Daerah.
Sebelumnya, dalam rapat kerja harmonisasi pada 13 Agustus, Bapemperda DPRD dan eksekutif menyepakati dua hal. Pertama, pembahasan tetap dilakukan sesuai tahapan undang-undang, dan kedua, jika pembahasan tidak rampung tepat waktu, hal itu bukan tanggung jawab DPRD karena dokumen terlambat masuk.
Tanggapan Eksekutif
Sementara itu, Kepala Bappeda Kabupaten Buton, Awaluddin, membenarkan bahwa dokumen RPJMD baru diserahkan pada 11 Agustus. Ia menjelaskan, keterlambatan terjadi karena banyaknya tahapan yang harus dilalui dalam penyusunan RPJMD, termasuk melengkapi data dan memasukkan masukan dari berbagai elemen.
“Artinya kan, ini RPJMD ada beberapa tahap yang harus kita lalui. Tentunya di setiap tahap itu ada data yang harus kita lengkapi, kemudian masukan-masukan dari berbagai elemen yang harus kita masukan juga,” ujarnya.
Awaluddin menambahkan, proses penyusunan Rancangan Akhir RPJMD bersamaan dengan penyusunan RKPD 2026 dan RKPD Perubahan anggaran, yang memakan banyak waktu.
“Bayangkan, dalam waktu bersamaan ini kita harus selesaikan RKPD Perubahan, RKPD 2026, jadi waktu kita habis. Balik dari Bamus DPRD tadi, kita langsung zoom meeting lagi dengan pemerintah provinsi untuk RKPD 2026,” jelasnya.
Selain beban kerja yang menumpuk, keterlambatan juga dipengaruhi oleh keterbatasan sumber daya manusia di Bappeda.
“Salah satunya itu tenaga kita yang masih sangat terbatas,” kata Awaluddin.
Dengan kondisi ini, DPRD Buton harus memutuskan arah pembangunan daerah lima tahun ke depan hanya dalam waktu pembahasan yang setara dengan satu akhir pekan. (Adm)