AS Buka Pembicaraan tentang Nuklir dengan Rusia

Ilustrasi reaktor nuklir. (Foto: Ist)

SURUMBA.com - Amerika Serikat dan Rusia membuka pembicaraan tentang perjanjian nuklir. Awal pembicaraan antara dua negara raksasa itu terjadi, Senin 15 Juni 2020.

Pemerintahan Donald Trump sebelumnya berkeras melibatkan China dalam diskusi New START, perjanjian pembatasan penggunaan hulu ledak nuklir di Wina. Namun upaya itu gagal dilakukan.

Perjanjian tersebut akan berakhir pada 5 Februari, yang menjadi tenggat waktu untuk memperbarui kesepakatan tersebut. AS, Rusia, dan China melakukan negosiasi perjanjian baru terkait penggunaan hulu ledak nuklir.

Utusan AS, Marshall Billingslea telah meningkatkan tekanan terhadap Beijing. Dia mengatakan peran China akan menjadi faktor yang menentukan apakah sesi di Wina berlangsung konstruktif.

China berulang kali menolak ikut ambil bagian dalam kesepakatan tersebut kendati perkembangan persenjataan nuklirnya jauh lebih kecil dari AS dan Rusia.

Direktur Eksekutif Asosiasi Kontrol Senjata dari sebuah kelompok riset yang berbasis di Washington, Daryl Kimball mengatakan desakan untuk memasukkan China menunjukkan bahwa pemerintah Trump dinilai tidak serius.

"Satu-satunya kesimpulan adalah Marshall Billingslea dan pemerintahan Trump bermaksud tidak memperpanjang New START dan berusaha menunjukkan ketertarikan China dalam pembicaraan kontrol senjata trilateral, sebagai alasan sinis yang memungkinkan New START berakhir," kata Kimball.

Dilansir dari AFP, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov mengusulkan perpanjangan New START untuk memberikan waktu bernegosiasi.

Namun duta besar Moskow di Washington, Anatoly Antonov mengatakan dia 'sangat pesimis karena untuk saat ini dia tidak melihat tanda-tanda positif' dari kedua pihak.

New START merupakan warisan Perang Dingin yang terakhir dinegosiasikan oleh Presiden Barack Obama. New START memungkinkan AS dan Rusia tidak menggunakan lebih dari 1.550 hulu ledak nuklir danmemotong setengah dari jumlah peluncur rudal nuklir strategis.

Analis Rusia Fyodor Lukyanov mengatakan Moskow masih percaya pada New START sebagai upaya untuk memastikan kendali dan transparansi.

Kebuntuan tentang New START dan runtuhnya perjanjian lain menunjukkan bahwa era perjanjian kontrol senjata nuklir bilateral antara Rusia dan AS kemungkinan akan berakhir, menurut Shannon Kile dari Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm.

Menurut penelitian terbaru lembaga itu, Rusia memiliki 6.375 hulu ledak nuklir termasuk yang tidak terkerahkan dan AS memiliki 5.800 hulu ledak. Sementara China berada di urutan ketiga dengan 320 hulu ledak. (cnnindonesia.com)

TERKINI