
Surumba.com - Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Kabupaten Buton tahun anggaran 2025 terancam gagal. Hingga akhir September, dokumen KUA-PPAS Perubahan 2025 yang menjadi pintu masuk pembahasan masih belum jelas nasibnya di DPRD.
Ketua DPRD Buton, Mararusli Sihaji, mengatakan pihaknya tidak bisa mengagendakan pembahasan karena dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai dasar KUA-PPAS belum diajukan eksekutif. Padahal, menurutnya, alur pembahasan harus dimulai dari RKPD.
“Bagaimana caranya kita mau agendakan pembahasan KUA PPAS sementara RKPD-nya saja belum ada,” kata Mararusli melalui sambungan telepon, Kamis (25 September 2025).
Selain itu, Mararusli menegaskan dokumen KUA-PPAS yang baru masuk pada 23 September 2025 sudah jauh melewati batas waktu. Sesuai aturan, seharusnya dokumen itu diajukan paling lambat minggu kedua Agustus agar ada ruang pembahasan.
“DPRD sudah empat kali bersurat ke eksekutif agar RKPD dan KUA-PPAS segera dimasukkan. Namun, surat tidak pernah dibalas,” ujarnya.
Permasalahan lain yang menjadi hambatan adalah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran sebelumnya. Dokumen pertanggungjawaban APBD yang sudah diparipurnakan DPRD hingga kini belum ditandatangani Gubernur Sulawesi Tenggara.
“Kalau tidak salah LKPD juga sampai sekarang belum ditandatangani Gubernur. Jadi kita juga tidak bisa melakukan apa-apa karena jangan sampai dianggap salah melakukan tindakan,” tambah Mararusli.
Dari pihak eksekutif, Kepala Bappeda Kabupaten Buton, Awaluddin, mengaku dokumen RKPD masih dalam tahap penyusunan.
“Sementara sekarang. Satu dua hari ini selesai segera kita ajukan,” ujarnya.
Sementara itu, pihak Bagian Hukum Setda Buton, Jasmal, menjelaskan bahwa dokumen pertanggungjawaban APBD sudah dikirim ke pemerintah provinsi untuk dievaluasi. Namun, hingga kini belum ada hasil evaluasi dari gubernur.
“Kita juga belum tahu apa penyebabnya di provinsi, tapi yang jelas dokumennya sudah diajukan sejak lama,” katanya.
Pelanggaran Regulasi
Mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2025, batas waktu penyerahan KUA-PPAS Perubahan oleh kepala daerah seharusnya minggu keempat Juli, dan kesepakatan dengan DPRD paling lambat minggu kedua Agustus. Fakta bahwa dokumen baru diserahkan pada 23 September menunjukkan adanya pelanggaran terhadap jadwal resmi.
Keterlambatan ini tidak hanya menyalahi aturan, tetapi juga berpotensi memicu sanksi.
Berdasarkan Pasal 312 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, keterlambatan penetapan APBD bisa berujung pada tidak dibayarkannya hak-hak keuangan kepala daerah dan DPRD selama enam bulan. Meski dalam praktiknya sanksi lebih sering dijatuhkan kepada kepala daerah jika keterlambatan disebabkan oleh eksekutif.
Dampak ke Publik
Keterlambatan pembahasan APBD-P berpotensi menunda program-program pembangunan dan pelayanan publik yang seharusnya berjalan pada paruh kedua tahun anggaran. Tanpa kepastian anggaran perubahan, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kesulitan merencanakan kegiatan, dan masyarakat berisiko menjadi pihak yang paling terdampak.
Dengan sisa waktu hanya beberapa hari menjelang batas akhir 30 September, mustahil seluruh tahapan mulai dari pembahasan KUA-PPAS hingga penetapan APBD Perubahan bisa diselesaikan. Situasi ini menegaskan lemahnya koordinasi antara eksekutif dan legislatif dalam pengelolaan anggaran daerah. (Adm)