
SURUMBA.com - Seorang aktivis Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, Nur Sya'ban, diduga menjadi korban penembakan dalam aksi unjuk rasa penolakan Undang-Undang Omnibus Law di Kantor DPRD Baubau, Jumat (Oktober 9, 2020).
Atas insiden itu, lengan kiri bagian atas Nur Sya'ban mengalami luka berbentuk bulatan yang disinyalir terkena peluru karet.
Melalui Tim Kuasa Hukumnya, Wakil Ketua BEM Hukum Unidayan itu sudah melaporkan perihal ini ke Polres Baubau, Rabu (Oktober 14, 2020).
Olehnya, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Kepulauan Buton, Agung Widodo, yang juga sebagai Ketua Tim Kuasa Hukum, Nur Sya'ban, menyerukan agar pelaku penembakan segera ditangkap. Laporan atas dugaan penganiayaan dengan senjata api tersebut sedapat mungkin cepat ditindak lanjuti.
Dalam siaran persnya, Agung Widodo menjelaskan bahwa dalam kegiatan aksi demonstrasi yang dilakukan beberapa elemen mahasiswa dan buruh se-Kota Baubau pada awalnya berjalan damai. Namun disinyalir ada penyusup dalam barisan massa, sehingga aksi kemudian menjadi Chaos saling dorong antara massa aksi dengan pihak keamanan.
Ketika itu, pihak keamanan kemudian menembakan peluru gas air mata untuk membubarkan massa aksi. Dan hal ini dimanfaatkan pula oleh oknum tak bertanggung jawab yang melepaskan tembakan peluru karet sehingga mengenai salah seorang masa aksi pada bagian lengan kiri atas.
Atas peristiwa itu, menurut Agung, oknum tersebut telah menyalahi Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam menggunakan senjata api sehingga menimbulkan korban kekerasan. Sehingga perbuatannya harus dipertanggungjawabkan secara pidana sebagaimana KUHP Pasal 351 Ayat 1 dan 2 Joncto Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
“Senjata api seharusnya digunakan untuk keadaan genting. Senjata api tidak boleh digunakan kecuali mutlak diperlukan dan tak bisa dihindari lagi demi melindungi nyawa seseorang. Penggunaan senjata api dalam aksi demontrasi (menolak UU Omnibus Law) itu sudah di luar proporsi dan pelanggaran HAM berat," ucapnya.
“Polisi harus melakukan investigasi secara menyeluruh, efektif, dan independen dan mengusut tuntas kasus a quo. Proses hukum juga harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, jangan ada yang ditutup-tutupi dan direkayasa. Keluarga korban dan aktivis berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jangan sampai ada impunitas hukum seperti yang selama ini terjadi,” sambungnya.
Berdasarkan penjelasan itu serta berpijak pada asas persamaan di depan hukum yang menjadi hak konstitusional warga negara, LBH Pospera Kepton yang tergabung dalam Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi Masyarakat Kota Baubau menegaskan:
1. Kepada Kapolri Cq Kapolda Sultra Cq Kapolres Kota Baubau untuk segera menangkap dan melakukan tindakan hukum penyelidikan/penyidikan terhadap oknum pelaku penyalahgunaan senjata api secara transparan, profesional dan akuntabel sebagaimana laporan yang telah dimaksukan.
2. Kepada DPRD Kota Baubau menggunakan “kewenangan pengawasannya” wajib mengawal proses hukum tindakan penyalagunaan senjata api yang terjadi pada saat peristiwa demontrasi di depan Kantor DPRD Kota Baubau tanggal 9 Oktober 2020.